Rabu, 20 Januari 2010

BUMN Perkebunan diminta ekspor barang jadi


Kenapa ya kepalaku ini koq masih juga dipenuhi tentang ACFTA, ada apa dengannya? Aku sendiri bertanya terus dalam hatiku, apakah ini karena kekhawatiran yang begitu besar ya? Atau malah cenderung dibesar-besarkan. Yach, tanyalah pada rumput yang bergotyang,kata Ebiet G Ade

Lha bagaimana tidak kuatir, minggu lalu saya sempat baca judul artikel di surat kabar lokal Yogya yang memuat judul kurang lebihnya bilang kalau celana dalam bekas dari Chinapun bisa masuk Indonesia....wuich..kebayang ngerinya dach.

Hari ini kubaca berita di detik finance, Meneg BUMN, meminta BUMN perkebunan untuk mengekspor produk jadi ke China, bukan lagi produk mentah seperti CPO, sheet, dan kakao.

"CPO yang selama ini dieskpor sebagian akan diolah menjadi minyak goreng, oleokimia dan industri surfaktan," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1/2010). Begitupun dengan hasil jadi dari karet yang bisa berupa ban dan batang sawit yang selama ini belum diekspor akan diolah terlebih dahulu particle board.

Hingga akhir september tahun 2009 lalu, produk ekspor BUMN perkebunan yang dikirim ke China antara lain CPO sebanyak 1,9 juta ton senilai US$ 1,17 juta, karet sebanyak 371.068 ton setara US$ 526.000 dan kakao sebanyak 5.283 ton senilai US$ 11.569.

Nach kemudian yang perlu disiapkan adalah bagaimana BUMN itu siap untuk alih kemudi dari produsen bahan mentah menjadi bahan jadi. Sebuah pekerjaan rumah yang sangat besar, perlu pemikiran yang matang.




Kamis, 14 Januari 2010

SNI untuk mengatasi produk China


Entah kenapa tiga hari ini kepalaku dipenuhi dengan pikiran tentang ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Mungkin karena lebih banyak kekhawatiran tentang kelangsungan usaha di Indonesia negeri tercinta ini, dibanding senengnya bisa menapatkan barang-barang murah untuk keperluan pribadi. Mungkin juga kekhawatiran terhadap pemerintah untuk mensikapi, men jaga dan melindungi usaha kecil (UKM) di negeri tercinta ini. Mungkin juga dikarenakan melihat majunya perekonomian negeri beruang itu dibanding dengan kemajuan begeri tercinta. Mungkin semua itu bercampur jadi satu, sehingga memunculkan tulisan-tulisan yang tak seberapa ini

Memang sich, kalau ngelihat negeri China sejak dari Senzhen, Guangzhou, Beijing, Shanghai, semua menunjukkan kemajuan perekonomian yang sangat pesat. Walau kalau kita berjalan masuk gang dari pusat perbelanjaan yang megahm begitu banyak rumah kumuh dan anak-anak kurus belepotan, tidak jauh mungkin dari keadaan kampung dibelakang daerah sudirman maupun thamrin di jakarta.

Tetapi peningkatan produk-produk China yang tersebar ke belahan bumi ini tidak bisa dipungkiri, kalau China memang menjadi negara besar dan bahkan diprediksi akan memimpin dunia bersama India di masa mendatang.

Salah satu upaya yang ditempu pemerintah untuk melindungi indsutri dalam negeri adalah dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti yang disampaikan Deputi Kementerian BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISET) Sahala Lumban Gaol mengatakan, jika SNI tidak diberlakukan segera maka bisa berdampak kepada kinerja perusahaan BUMN.

"Penerapan SNI itu penting untuk menjadi semacam standarisasi produk yang masuk ke Indonesia sekaligus untuk memproteksi konsumer," katanya di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (8/1/2010).

Menurutnya, selain produk yang masuk dari China, SNI tersebut juga harus diberlakukan terhadap produk buatan pabrik milik perusahaan China di dalam negeri. "Perusahaan China yang ada di sini juga harus pakai SNI, supaya ada perdagangan yang fair ," imbuhnya.

Ia mengatakan, salah satu masalah yang akan dihadapi BUMN adalah sangat beragamnya produk China yang akan masuk. Dari satu produk saja, perusahaan China bisa membuat hingga lima tingkatan kualitas.

"Kalau barang China kw 1 diadu dengan kw 1 lokal itu masih bersaing. Tapi kalau dilawan kw 5 kan harganya produk China lebih murah walaupun kualitasnya jauh. Tapi orang kita kan memang suka yang murah-murah," ucapnya.

Ia mengatakan, ada beberapa BUMN yang tidak terkena dampak FTA. Namun yang terkena dampaknya jauh lebih banyak lagi, baik itu dampak positif maupun negatif.

Nach, sekarang bagaimana kita bisa memanfaatkan upaya perlindungan pemerintah terhadap persaingan dengan produk China.

Bagaimana menghadapi produk China


ACFTA sudah berjalan 14 hari, kekhawatiran akan gempuran barang-barang dari CHina yang murah mengisi benak banyak orang maupun pengusaha yang terutama barangnya juga bisa diproduksi oleh China dan banyak ditemukan diseantero bumi tercinta ini. Sebuta saja industri sandang, sejak dari tekstil sampai dengan baju-bajunya

Tidak bisa dipungkiri, produk kita banyak yang kalah murah, meski mutu tidak kalah. tetapi masyarakat masih banyak yang membeli barang dengan pertimbangan pertama harga bukan mutu. Jadilah para pengusaha mengernyitkan dahi, pusing mencari solusi.

Deputi Bidang Pengkajian UKMK Kementerian Negara Koperasi dan UKM I Wayan Dipta mengatakan, dari segi harga produk-produk Indonesia masih sulit bersaing dengan produk dari China dengan harga yang jauh lebih murah.

"Dari segi harga kita sulit bersaing karena faktor biaya tinggi seperti infrastruktur, peraturan-peraturan yang menghambat, dan mahalnya untuk mendapatkan pembiayan di Indonesia," ujarnya dalam diskusi 'Polemik' di sebuah rumah makan di kawasan Jakarta Selatan, Sabtu (9/1/2010).

Wayan mengatakan bagi pengusaha di Indonesia, bunga kredit di Indonesia bisa dikatakan yang tertinggi di Asia dan ini menjadi salah satu penghambat dunia usaha untuk bisa berkembang.

"Jadi menghadapi FTA ini, PR kita adalah meningkatkan daya saing produk dalam negeri, baik dari perusahaan besar maupun kecil. Pemerintah juga berusaha untuk meningkatkan daya beli masyarakat," jelasnya.

Nach, mari kita beramai-ramai meningkatkan daya saing produk kita, agar tidak kalah atau bahkan hancur dengan gempuran produk China.

Belanda jangan sampai lepas...wolak walike jaman


Belanda jangan sampai lepas, itu sebuah judul berita yang sangat menarik perhatian saya kemarin. Kebayang pelajaran sejarah di sekolah waktu SPM, SMA, selalu saja bercerita tentang perjuangan para pahlawan negara dengan mempertaruhkan nyawa untuk mengusir Belanda dari bumi pertiwi.

Enam puluh lima tahun berlalu, keadaan berubah total, sekarang para "pahlawan" memperjuangkan untuk mempertahankan Belanda datang kenegeri ini. Indonesia berusaha maksimal merawat pasar (Belanda) ini dengan mengirim delegasi promosi dalam jumlah besar.

Rabu, 13 Januari 2010

Pertumbuhan ekonomi 2010


Disaat masyarakat masih pro dan kontra, setuju dan tidak setuju, positif dan negatis, optimis dan pesimis mengenai mulai berlakunya ACFTA per 1 Januari 2010. Pemerintah dan Kadin menyikapi positif dengan merevisi target pertumbuhan menjadi lebih tinggi

Pada akhir tahun kemarin pertumbuhan masih belum mempertimbangkan secara matang efek ACFTA ini mungkin ya, sehingga perlu ada revisi pada awal tahun ini. Semoga saja revisi ini, karena baik pemerintah maupun Kadin melihat dampak positif yang lebih besar pada dunia usaha

Bagaimana industri gula terkait ACFTA 2010 ini


Sejak tanggal 1 Januari 2010 ACFTA fektif berlaku, perjanjian antara China dan Indonesia. Pro dan kontra masih tetap berjalan, meski mau tidak mau, suka tidak suka, ACFTA harus dilaksanakan.

Terbayang pasar komoditi kita yang bergitu sensitif terhadap bea masuk, bagaimana jadinya dengan industri gula umumnya dan produksi BUMN yang berkecimpung di bisnis gula.

Bisa dikata, sampai dengan saat ini, gempuran gula impor ilegal belum bisa diselesaikan dengan tuntas, berbagai cara dan upaya sudah dilakukan. Berbagai institusi sudah dikerahkan, selalu saja berita adanya gula impor ilegal menumpuk digudang bisa kita temui.