Kamis, 28 April 2011

Himbauan mbak Ani


Pada saat pemerintah begitu senang mewartakan deflasi dua bulan terakhir, berbeda pandangan yang diberikan mbak Ani yang sudah meninggalkan negeri ini sejak Juni 2010 lalu demi mengemban tugas lebih besar di bank dunia sebagai Managing Director. Himbauan beliau sampaikan saat bertemu presiden dan jajaran menteri di Nusa Dua Bali beberapa saat lalu seperti dilansir detikfinance.com.

Sri Mulyani meminta pemerintah mewaspadai risiko inflasi dan infrastruktur.

Pertemuan dilakukan di Hotel Intercontinental, Nusa Dua, Bali, Jumat malam (9/4/2011). Sekitar pukul 23.00 WITA Sri Mulyani pun keluar diantarkan Presiden beserta para menteri. Ketika ditanya mengenai apa saja yang dibahas dalam pertemuan tersebut, Sri Mulyani mengaku hanya bertukar pikiran terkait kebijakan perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan di dunia.

"Kita bertukar pikiran mengenai berbagai perkembangan yang terjadi di berbagai kawasan seperti yang Anda ketahui bahwa tanggung jawab saya dalam hal ini adalah menyangkut negara-negara di Amerika Latin, di Middle East dan North Africa maupun East Asia Pacific," katanya.

"Jadi melakukan perbandingan dari persoalan-persoalan ekonomi yang dihadapi di tiga kawasan ini terutama pada middle income countries yang memiliki banyak kesamaan masalah ekonomi apakah itu menyangkut equality, apakah itu menyangkut kebutuhan infrastruktur maupun dari sisi kemampuan mereka untuk menjaga perekonomiannya dari shock yang sifatnya eksternal sehingga itu dijadikan semacam referensi utnuk melihat apakah indonesia dengan perencanaan dan kebijakan saat ini sedang dilakukan bisa mengatasi masalah itu," tutur Sri Mulyani.

Sri Mulyani menilai perekonomian Indonesia sudah berjalan cukup baik. Dia mengaku tidak memberikan rekomendasi kebijakan kepada pemerintah Indonesia.

"Pemerintah kan sudah menjelaskan perekonomian dan kita melakukan tukar pikiran. Jadi ada pertukaran yang cukup bagus mengenai apa-apa yang bisa dipelajari dari pelajaran negara-negara lain maupun di Indonesia sendiri punya pengalaman yang bisa di-share dengan negara-negara lain," ujarnya.

Meskipun demikian, Sri Mulyani tetap mengingatkan pemerintah untuk lebih memerhatikan inflasi dan infratruktur dalam menghadapi tantangan eksternal seperti kenaikah harga pangan dan minyak dunia, serta berbagai konflik yang terjadi di Timur Tengah.

"Masih ada beberapa risiko yang mungkin harus dikelola, katakanlah seperti inflasi dan masalah infrastruktur dan lain-lain," tandasnya.

Sri Mulyani kembali ke Indonesia pada tanggal 7 April malam untuk mengunjungi acara AFMM. Itulah pertama kalinya Sri Mulyani tampil ke publik Indonesia sejak dirinya menarik diri dari susunan Kabinet Indonesia Bersatu II karena lebih memilih menjadi Managing Director Bank Dunia sejak Juni 2010. Dia mengaku akan kembali ke Washington pada hari ini (9/4/2011).

Apa hubungan deflasi dengan prestasi


Bulan Maret dan April ini pemerintah begitu antusias mewartakan deflasi yang dicapai pemerintah. Orang awam bingung dibuatnya karena kalau inflasi dan harga di pasar murah masih ada hubungannya, tetapi ketika pemerintah mewartakan deflasi sementara barang dipasar harga merambat naik, trus apa artinya ini.

Aku jadi ingat tulisan di detikfinance.com mengenai deflasi bukan berarti prestasi, beberapa saat lalu yang kukopaskan berikut.

Deflasi sebesar 0,32% yang terjadi pada Maret 2011 (april mencapai 0,25%) bukan sebuah prestasi yang diraih pemerintah. Pasalnya, deflasi terjadi karena penurunan harga bahan makanan yang memiliki andil dalam menurunkan inflasi sebesar 0,51%, sedangkan kelompok selain bahan makanan justru mengalami peningkatan harga.

Demikian disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR-RI Arif Budimanta kepada detikFinance di Jakarta, Minggu (3/4/2011).

"Deflasi ini bukan berarti prestasi, penurunan harga bahan makanan tidak diikuti oleh penurunan harga barang lain. Hal ini menggambarkan peningkatan beban produsen bahan makanan atau petani. Karena hargal jual produknya menurun sedangkan barang lainnya yang harus dibeli justru meningkat," ujar Arif.

Dikatakan Arif, deflasi yang bersumber dari bahan makanan memang sudah tentu terjadi pada Maret, mengingat kebijakan penghapusan tarif impor bahan makanan yang tertuang dalam PMK 241 berlaku hingga 31 Maret 2011. Sehingga, sambungnya bulan Maret menjadi pusat serbuan produk-produk bahan makanan impor.

"Melihat perbedaan inflasi antar daerah di Indonesia juga terlihat cukup besar perbedaan harga atau terjadi disparitas harga pada komoditi yang sama di daerah-daerah yang berbeda di Indonesia. Hal ini rasa-rasanya tidak elok bagi Negara Kesatuan Seperti Indonesia. Faktor utamanya sudah jelas yakni tidak tersedianya infrastruktur yang memadai," papar Politisi PDIP ini.

Deflasi yang terutama disebabkan oleh deflasi bahan makanan ini menurut Arif, sepertinya menjadi 'akal-akalan' pemerintah untuk mencapai target inflasi tahun 2011 ini yakni sebesar 5,3%. Sehingga, Arif mengatakan menurunkan harga bahan makanan dilakukan dengan cara melakukan impor bahkan menurunkan tarif impor bahan makanan hingga Rp 0 pada musim panen beberapa komoditi pertanian terutama beras.

"Dan bagi saya ini catatan kelam untuk pemerintah yang telah mengorbankan petani untuk menutupi ketidak mampuannya dalam mengendalikan harga di Indonesia," kata Dia.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Maret 2011 terjadi deflasi 0,32%. Utamanya karena penurunan harga bahan pokok seperti cabai dan beras. Deflasi ini merupakan yang tertinggi dari tiga tahun terakhir karena yang pernah dicapai April 2009 sebesar 0,31% dan Januari 2009 sebesar 0,07%.