Kamis, 14 Januari 2010

SNI untuk mengatasi produk China


Entah kenapa tiga hari ini kepalaku dipenuhi dengan pikiran tentang ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Mungkin karena lebih banyak kekhawatiran tentang kelangsungan usaha di Indonesia negeri tercinta ini, dibanding senengnya bisa menapatkan barang-barang murah untuk keperluan pribadi. Mungkin juga kekhawatiran terhadap pemerintah untuk mensikapi, men jaga dan melindungi usaha kecil (UKM) di negeri tercinta ini. Mungkin juga dikarenakan melihat majunya perekonomian negeri beruang itu dibanding dengan kemajuan begeri tercinta. Mungkin semua itu bercampur jadi satu, sehingga memunculkan tulisan-tulisan yang tak seberapa ini

Memang sich, kalau ngelihat negeri China sejak dari Senzhen, Guangzhou, Beijing, Shanghai, semua menunjukkan kemajuan perekonomian yang sangat pesat. Walau kalau kita berjalan masuk gang dari pusat perbelanjaan yang megahm begitu banyak rumah kumuh dan anak-anak kurus belepotan, tidak jauh mungkin dari keadaan kampung dibelakang daerah sudirman maupun thamrin di jakarta.

Tetapi peningkatan produk-produk China yang tersebar ke belahan bumi ini tidak bisa dipungkiri, kalau China memang menjadi negara besar dan bahkan diprediksi akan memimpin dunia bersama India di masa mendatang.

Salah satu upaya yang ditempu pemerintah untuk melindungi indsutri dalam negeri adalah dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) seperti yang disampaikan Deputi Kementerian BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISET) Sahala Lumban Gaol mengatakan, jika SNI tidak diberlakukan segera maka bisa berdampak kepada kinerja perusahaan BUMN.

"Penerapan SNI itu penting untuk menjadi semacam standarisasi produk yang masuk ke Indonesia sekaligus untuk memproteksi konsumer," katanya di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (8/1/2010).

Menurutnya, selain produk yang masuk dari China, SNI tersebut juga harus diberlakukan terhadap produk buatan pabrik milik perusahaan China di dalam negeri. "Perusahaan China yang ada di sini juga harus pakai SNI, supaya ada perdagangan yang fair ," imbuhnya.

Ia mengatakan, salah satu masalah yang akan dihadapi BUMN adalah sangat beragamnya produk China yang akan masuk. Dari satu produk saja, perusahaan China bisa membuat hingga lima tingkatan kualitas.

"Kalau barang China kw 1 diadu dengan kw 1 lokal itu masih bersaing. Tapi kalau dilawan kw 5 kan harganya produk China lebih murah walaupun kualitasnya jauh. Tapi orang kita kan memang suka yang murah-murah," ucapnya.

Ia mengatakan, ada beberapa BUMN yang tidak terkena dampak FTA. Namun yang terkena dampaknya jauh lebih banyak lagi, baik itu dampak positif maupun negatif.

Nach, sekarang bagaimana kita bisa memanfaatkan upaya perlindungan pemerintah terhadap persaingan dengan produk China.

Tidak ada komentar: