Senin, 30 November 2009

Saat kinerja diukur dengan materi


Uang yang bisa muncul dengan nama laba alias profit, pendapatan, kas, margin adalah tolok ukur keberhasilan bisnis. Ya, seberapapun baiknya system atau tata cara pengelolaan operasional perusahaan, kalau diujungnya perusahaan selalu rugi, maka system yang bagus itu seolah tiada arti.

Perusahaan yang untungpun kalau kemudian diukur bahwa keuntungannya didapat dengan menggunakan modal yang sangat besar juga belum bisa dikatakan kinerjanya baik. Itulah sebabnya kemudian itung-itungan dengan ratio keuangan menjadi penting, tidak sekedar melihat nominal atau jumlah keuntungan perusahaan.

Beda kasus, kalau perusahaan memang didirikan dengan tujuan non profit atau nirlaba, maka uang, laba, pendapatan bukanlah tolok ukur keberhasilan perusahaan. Keberhasilan perusahaan non profit ditentukan oleh bidang usaha perusahaan itu sendiri, misalnya keberhasilan bisnis pendidikan akan berbeda dengan rumah sakit dan beda pula dengan panti jompo.

Perubahan mendasar perlu dilakukan apabila perusahaan yang semula didirikan sebagai bisnis non profit menjadi perusahaan profit. Lihat contoh dunia pendidikan, dulu universitas negeri tidak pernah ditarget untuk memperoleh keuntungan, maka semua upaya ditujukan untuk meningkatkan kualitas riset dan pendidikan.

Kini setelah PTN dirumah menjadi BHMN maka universitas tidak cukup hanya memikirkan peningkatan kualitas, tapi juga direcoki dengan kegiatan harus mencari dari mana uang bisa diperoleh untuk meningkatkan kualitas.

Maka jangan heran kalau kemudian laju peningkatan kualitas menjadi mengendor karena mereka juga disibukkan untuk mencari duit. Jangan juga heran, kalau para pendidik itu kemudian berlomba mengelola proyek. Kalau kualitas pendidikan bangsa menjadi turun, jangan salahkan mereka. Bukan sebuah pemakluman atas penurunan kualitas pendidikan kita, tetapi sebagai bahan perenungan untuk meningkatkan diri.

Bisnis pendidikan yang semula berorientasi pelayanan pendidikan berubah arah menjadi bisnis konsultansipun perlu pembenahan mendasar, jangan sampai yang didalam masih belum tertata tapi sudah dikejar target keuntungan, bahkan repotnya lagi kalau target selalu dinaikkan setiap tahun dengan dalih kebutuhan/pengeluaran selalu meningkat setiap tahun menyesuaikan laju inflasi, tetapi senjata untuk meningkatkan kualitas lupa tidak diasah atau dinomor sekiankan.

Kita semua harus berpikir dan berusaha bersama untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan dengan dana yang seadanya. Jangan pula masalah UAN menjadikan kita berhenti mengejar laju kualitas pendidikan. Ini PR bangsa yang perlu segera diselesaikan, mari kita berdo’a semoga menteri pendidikan M. Nuh, punya strategi jitu untuk mengatasi permasalah pendidikan ini, bukan sekedar ganti menteri ganti kebijakan tetapi kualitas jalan ditempat.

Tidak ada komentar: