Senin, 07 Desember 2009

Dubaiku sayang, Dubaiku malang

Dubaiku sayang. Ya rasa sayang, cinta, suka, senang, gembira ria meliputi hati saat melihat kemegahan terpancar di hampir seantero Dubai. Sebut saja kemegahan menara Al Buruj, reklamasi pantai berbentuk pohon kurma, arena ski tertutup serta berbagai villa mewah dan kondominium bertebaran.

Kini Dubaiku malang yang ada. Karena ternyata kemegahan yang gemerlap dibangun sejak tahun 2000 bukan diatas fondasi minyak, tetapi uang dari pihak ke tiga. Dan kini, Dubai World, perusahaan pemerintah yang mengelola kelimpungan sehingga perlu mengajukan pengunduran utang pokok pada sejumlah bank Eropa.

Ya, ternyata Dubai tidak segemerlap tampilannya, tidak sekokoh fondasi minyak di Iran yang mesti di embargo oleh paman Sam tetap masih bisa bertahan sampai sekarang, bahkan sempat membuat petinggi paman Sam kepanasan karena petinggi Iran bersikukuh mengelola uranium bahan bom nuklir itu.

Orang kemudian menuduh sang pemimpin Dubai dengan dasar, karena tidak ada anak buah yang salah, yang salah adalah pemimpin. Kini mata terfokus pada sang penguasa Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktum. Dia pemimpin visioner, mempunyai impian mengubah Dubai yang gurun menjadi modern semegah London dan New York. Diapun berusaha mewujudkan impiannya sejak tahun 2000. Kiprahnya tidak hanya sebatas Negara di Uni Emirat Arab tetapi merambah seluruh dunia.

Dengan kemahirannya banyak lembaga keuangan, selebriti, politisi ataupun taipan minyak menggelontorkan duit baik dalam bentuk pinjaman seperti yang dilakukan perbankan Eropa ataupun investasi dengan membeli villa mewah dan kondominium di Dubai. Aduch, koq jadi membayangkan, kira-kira Donald Trump sudah menanamkan duitnya di real estate Dubai seberapa banyak ya? Atau mungkin ada anggota dewan republik ini yang sempat inden salah satu villa disana.

Krisis Dubai membuka mata bahwa tidak semua Negara gurun nan tandus itu kaya minyak. Bahkan pebisnis, analis hebat seluruh dunia sempat terkecoh dengan pertumbuhan dan kemegahan Dubai.

Jadi bisa dipahami kalau mister Simon Henderson, pakar energy Teluk pada Washington Institute for Near East Policy berkomentar seperti yang dikutip harian kompas sabtu 5 desember 2009 “di masa lalu, penguasa Dubai dipercaya soal keuangan karena semua orang mengira minyak akan mendukungnya. Mulai saat ini akan berbeda.”

Yang perlu kita siapkan adalah apa dampak krisis Dubai ini di negeri tercinta. Apakah akan berdampak besar atau kecil saja atau bahkan mungkin tidak ada dampaknya seperti yang disampaikan pejabat penting dinegeri ini minggu lalu.

Kalau kita ingat petuah mbah kita dulu “urip sing sak madya”. Ya, kalau penguasa Dubai hidup seadanya pasti tidak akan membuat negaranya mengalami krisis seperti sekarang, tetapi juga tidak akan ada mencapai kemegahan yang sudah bisa dikenyam oleh beberapa gelintir orang.

Ya, kemajuan selalu menuntut pengorbanan. Pandai-pandailah kita mengawal kemajuan. Semoga penguasa Indonesia tidak meniru gaya penguasa Dubai yang hidup besar pasak daripada tiang.

Tidak ada komentar: